BAB
XII
PEMBANGUNAN
KOPERASI
I. Pembangunan
Koperasi di Negara Berkembang (di Indonesia )
Kendala yang dihadapi masyarakat:
1. Perbedaan pendapat masayarakat
mengenai Koperasi
2. Cara mengatasi perbedaan pendapat
tersebut dengan menciptakan 3 kondisi yaitu:
a. Koqnisi
b. Apeksi
c. Psikomotor
3. Masa Implementasi UU No.12 Tahun
1967
Tahapan membangun Koperasi:
a. Ofisialisasi
b. De-ofisialisasi
c. Otonomisasi
4. Misi UU No.25 Tahun 1992
Merupakan gerakan ekonomi rakyat
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil,
Makmur berlandaskan Pancasila dan
UUD1945.
II. Tahapan
Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang menurut A. Hanel, 1989
TahapI : Pemerintah mendukung perintisan pembentukan organisasi
koperasi.
TahapII : Melepaskan ketergantungan kepada sponsor dan pengawasan
teknis, manajemen dan keuangan secara langsung dari pemerintah dan atau
organisasi yang dikendalikan oleh pemerintah.
TahapIII : Perkembangan koperasi sebagai organisasi koperasi yang
mandiri.
EKONOMI KOPERASI 2
A. Pengertian Dan Definisi Koperasi
Koperasi adalah merupakan singkatan dari kata ko
/ co dan operasi / operation. Koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang untuk
bekerja sama demi kesejahteraan bersama. Berdasarkan undang-undang nomor 12
tahun 1967, koperasi indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak
sosial dan beranggotakan orang-orang, badan-badan hukum koperasi yang merupakan
tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Berikut di bawah ini adalah landasan koperasi indonesia yang melandasi
aktifitas koprasi di indonesia.
- Landasan Idiil = Pancasila
- Landasan Mental = Setia kawan dan kesadaran diri sendiri
- Landasan Struktural dan gerak = UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1
B. Fungsi Koperasi
1. Sebagai urat nadi kegiatan perekonomian indonesia
2. Sebagai upaya mendemokrasikan sosial ekonomi indonesia
3. Untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara indonesia
4. Memperkokoh perekonomian rakyat indonesia dengan jalan pembinaan koperasi
C. Peran Dan Tugas Koperasi
1. Meningkatkan tarah hidup sederhana masyarakat indonesia
2. Mengembangkan demokrasi ekonomi di indonesia
3. Mewujudkan pendapatan masyarakat yang adil dan merata dengan cara
menyatukan, membina, dan mengembangkan setiap potensi yang ada
EKONOMI
KOPERASI 3
Sistem Ekonomi Indonesia berubah menjadi makin
liberal mulai tahun 1983 saat diluncurkan kebijakan-kebijakan deregulasi setelah
anjlognya harga ekspor minyak bumi. Pemerintah Indonesia yang telah dimanja
bonansa minyak (1974 – 1981) merasa tidak siap untuk tumbuh terus 7% per tahun
dalam kondisi ekonomi lesu, sehingga kemudian memberi kebebasan luar biasa
kepada dunia usaha swasta (dalam negeri dan asing) untuk “berperan serta” yaitu
membantupemerintahdalammembiayaipembangunannasional.
Pemerintah memberikan kebebasan kepada orang-orang kaya Indonesia untuk
mendirikan bank yang secara teoritis akan membantu mendanai proyek-proyek
pembangunan ekonomi. Kebebasan mendirikan bank-bank swasta yang disertai
kebebasan menentukan suku bunga (tabungan dan kredit) ini selanjutnya menjadi
lebih liberal lagi tahun 1988 dalam bentuk penghapusan sisa-sisa hambatan atas
keluar-masuknya modal asing dari dan ke Indonesia.
Jumlah bank meningkat dari sekitar 70 menjadi 240 yang kemudian sejak krismon
dan krisis perbankan 1997 – 1998 menciut drastis menjadi dibawah 100 bank.
Krismon dan krisbank jelas merupakan rem “alamiah” atas proses kemajuan dan
pertumbuhan ekonomi “terlalu cepat” (too rapid) yang sebenarnya belum mampu
dilaksanakan ekonomi Indonesia, sehingga sebagian besar dananya harus dipinjam
dari luar negeri atau melalui investasi langsung perusahaan-perusahaan
multinasional.
Reformasi ekonomi yang diperlukan Indonesia adalah reformasi dalam sistem
ekonomi, yaitu pembaruan aturan main berekonomi menjadi aturan main yang lebih
menjamin keadilan ekonomi melalui peningkatan pemerataan hasil-hasil
pembangunan. Jika kini orang menyebutnya sebagai perekonomian yang bersifat
kerakyatan, maka artinya sistem atau aturan main berekonomi harus lebih
demokratis dengan partisipasi penuh dari ekonomi rakyat. Inilah demokrasi
ekonomi yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya.
Kondisi ekonomi Indonesia pra-krisis 1997 adalah kemajuan ekonomi semu di luar
kemampuan riil Indonesia. Maka tidak tepat jika kini pakar-pakar ekonomi
Indonesia berbicara tentang “pemulihan ekonomi” (economic recovery) kepada
kondisi sebelum krisis dengan pertumbuhan ekonomi “minimal” 7% per tahun.
Indonesia tidak seharusnya memaksakan diri bertumbuh melampaui kemampuan riil
ekonominya.
Jika dewasa ini ekonomi Indonesia hanya tumbuh 3-4% per tahun tetapi didukung
ekonomi rakyat, sehingga hasilnya juga dinikmati langsung oleh rakyat, maka
angka pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah itu jauh lebih baik dibanding
angka pertumbuhan ekonomi tinggi (6-7% per tahun) tetapi harus didukung
pinjaman atau investasi asing dan distribusinya tidak merata.
Pada tahun tujuh-puluhan Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta mengkritik pedas
koperasi–koperasi Indonesia yang lebih nampak berkembang sebagai “koperasi
pengurus”, bukan “koperasi anggota”. Organisasi koperasi seperti KUD (Koperasi
Unit Desa) dibentuk di semua desa di Indonesia dengan berbagai fasilitas
pemberian pemerintah karena tanpa anggota, dan sambil berjalan KUD mendaftar
anggota petani untuk memanfaatkan gudang dan lantai jemur gabah, mesin
penggiling gabah atau dana untuk membeli pupuk melalui kredit yang diberikan
KUD.
Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi pada masa Orde Baru
yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi krisis ekonomi yang
melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya peran koperasi dalam
masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana strategi pengembangan
yang harus dilakukan pada masa yang akan datang.
Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran
mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi harus
dipandang sebagai faktor yang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan
datang.
Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi
masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat
tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagimasyarakat. :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan
usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat.
Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau
perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain.
Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang
tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat
melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. Peran koperasi ini juga
terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari
bentuk lembaga lain.
Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana
yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus
ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa
daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk
menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi
ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik
dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan
anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat
koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada
pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari
perannya bagi masyarakat.
Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu
memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga
usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki
ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan
pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan
kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut.
Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama,
telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota,
dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi
diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat
menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Namun di antara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi
koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena
berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan
fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau
kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber
citra buruk koperasi secara keseluruhan.
Ajaran ilmu ekonomi Neoklasik adalah bahwa efisiensi yang tinggi hanya dapat
dicapai melalui persaingan sempurna. Inilah awal “ideologi” ilmu ekonomi yang
tidak mengajarkan sosiologi ekonomi ajaran Max Weber, sosiolog Jerman, bapak
ilmu sosiologi ekonomi.
Ajaran Max Weber ini sebenarnya sesuai dengan ajaran awal Adam Smith (Theory of
Moral Sentiments, 1759) dan ajaran ekonomi kelembagaan dari John Commons di
Universitas Wisconsin (1910). Koperasi yang merupakan ajaran ekonomi
kelembagaan ala John Commons mengutamakan keanggotaan yang tidak berdasarkan
kekuatan modal tetapi berdasar pemilikan usaha betapapun kecilnya.
Koperasi adalah perkumpulan orang atau badan hukum bukan perkumpulan modal.
Koperasi hanya akan berhasil jika manajemennya bersifat terbuka/transparan dan
benar-benar partisipatif.
Keprihatinan kita atas terjadinya kesenjangan sosial, dan ketidakadilan dalam
segala bidang kehidupan bangsa, seharusnya merangsang para ilmuwan sosial
lebih-lebih ekonom untuk mengadakan kajian mendalam menemukenali akar-akar
penyebabnya.
Khusus bagi para ekonom tantangan yang dihadapi amat jelas karena justru selama
Orde Baru ekonom dianggap sudah sangat berhasil meningkatkan pertumbuhan
ekonomi secara meyakinkan sehingga menaikkan status Indonesia dari negara
miskin menjadi negara berpendapatan menengah.
Oleh karena itu sistem ekonomi yang cocok bagi masyarakat Indonesia adalah
sistem ekonomi tertutup yang bersifat kekeluargaan atau ekonomi rumah tangga,
yaitu bangun koperasi yang menguasai seluruh proses ekonomi dari hulu hingga
hilir, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota, sebagaimana dimaksud oleh
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.
Dengan demikian maka koperasi betul-betul menguasai sumber kesejahteraan/rejeki
dari sistem ekonomi itu dan dapat mendistribusikannya secara adil dan merata
kepada seluruh anggotanya tanpa kecuali, tetapi sangat dipersyaratkan bahwa
sistem pengeloaannya haruslah benar dan tertib tanpa kecurangan.
EKONOMI
KOPERASI 4
Bersumber
dari :